Gagal Mudik Bikin Homesick

 Gagal Mudik Bikin Homesick. Ilustrasi: Fatwa Jaka S.

Sepertinya lebaran tahun ini bakal kembali sendu. Pasalnya, Pemerintah secara resmi mengumumkan peraturan larangan mudik. Dilansir dari Kompas, hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada Jumat (26//3/2021).

Larangan mudik ini akan berlaku pada 6-17 Mei 2021. Meskipun ada cuti bersama di hari raya Idul Fithri, namun tidak boleh ada aktivitas mudik yang dilakukan. Selain itu, sebelum dan sesudahnya, masyarakat juga diimbau untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan ke luar daerah.

Kebijakan ini tentu sangat tak ramah bagi perantau, termasuk saya. Saya yang masih dalam masa studi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Yogyakarta harus menerima nasip yang mengenaskan, gagal mudik.

Padahal saya sudah membayangkan bagaimana senangnya bisa mudik ke Lampung. lebaran pasti sangat menyenangkan dan emosional jika bisa di lakukan di kampung halaman.

Hal ini tentu juga berlaku bagi mereka yang mengadu nasib di tanah antah berantah nan jauh dari kampung halaman. Kini, bayangan berkumpul bersama kerabat di hari lebaran jadi buram perlahan.

Harus melewati lebaran tanpa keluarga memang tak mudah. Apalagi bagi beberapa orang yang tahun lalu juga tak dapat kesempatan mudik, pasti bikin homesick. Tahun ini adalah lebaran kedua yang harus dilalui tanpa pulang ke kampung halaman setelah tahun lalu pemerintah juga mengumumkan kebijakan larangan mudik. 

Harus mengulang kesepian yang sama, tak bisa bertemu dengan kakek, nenek, orang tua, juga saudara lainnya. Tanpa sungkem, tanpa makanan spesial khas kampung halaman, tanpa salaman amplop dan yang paling horor adalah tanpa pertanyaan basa-basi “Kapan nikah?”.

Saat ada kerabat yang bertanya demikian, saya cuma bisa tersenyum getir sambil berguam “Wong lulus aja belum!”. Saya paham betul, dari awal tujuan pertanyaan itu tak pernah serius. Pertanyaan ini digunakan hanya sebagai pembuka untuk melanjutkan percakapan-percakapan berikutnya.

Kembali ke hari ini, sepertinya saya sudah harus menyiapkan siasat untuk melewati lebaran pilu tahun ini. Jika tidak, saya akan benar-benar mati dalam kesendirian. Menangis di sudut kamar sambil menelpon orang tua di rumah. Sungguh pemandangan yang sangat memilukan.

Rencana saya, hari pertama akan diisi dengan silaturahmi online dengan orang tua, kerabat, dan juga sahabat-sahabat dekat. Selanjutnya, saya akan mengumpulkan teman-teman yang senasip tak bisa mudik. Saya akan coba untuk menawarkan rencana mengisi Idul Fithri bersama. Karena saya percaya, teman dengan nasip yang sama akan lebih mudah untuk diajak kompak.

Yah, bagaimanapun juga cara ini lebih baik dari pada meningkatkan resiko penyebaran virus di kampung halaman tercinta. Tentu kita tak mau orang-orang terdekat dan tercinta kita justru terpapar virus.

Tapi, ada ga sih alternatif yang lebih baik? wah, corona memang sangat mirip seperti mantan, bisa merusak kebahagiaan.

Post a Comment

0 Comments