Akal-akalan oknum pejabat soal LHKPN mereka. Foto: liupis |
Masyarakat kita memang punya
budaya yang sebenarnya buruk, yaitu suka pamer. Pamer kekayaan dan pencapaian
tak hanya dilakukan saat arisan ataupun reunian. Nyatanya tanpa disadari kita
juga sering melakukannya lewat media sosial. bukan tanpa alasan, hal ini
biasanya dilakukan hanya untuk mendapatkan validasi dari orang lain.
Ironisnya, budaya flexing tak
hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Tapi para pejabat Negara. Hingga
Maret 2023, sudah ada Empat pejabat yang di panggil KPK untuk melakukan klarifikasi
terhadap LHKPN mereka. Mulai dari Eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo, Eko
Darmanto Kepala Bea Cukai Yogyakarta yang telah di nonaktifkan, Wahono Saputro
kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur, serta Andhi Pramono Kepala Kantor Bea
Cukai Makassar.
Yang harus kita ketahui bersama,
aparat penegak hukum bukan hanya polisi, hakim, ataupun jaksa. Masih ada elemen
yang wajib diperhitungkan kontribusinya, yaitu netizen. Di era digital,
masyarakat hari ini punya kekuatan untuk membongkar budaya flexing yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat yang kurang bertanggung jawab.
Hampir dari semua kasus ini
dibongkar oleh netizen melalui viralnya sebuah video yang diduga pamer harta
kekayaan lewat media sosial. Netizen hari seolah punya kekuatan untuk memaksa
pemerintah bergerak. Saya yang sering mengamati berita di media sosial pun
kadang suka kagum dengan cara netizen menyentil para pejabat saat mengambil
suatu kebijakan.
Hal ini sekaligus menunjukkan
bahwa kejujuran pejabat kita masih cenderung rendah terhadap LHKPN yang mereka
laporkan. Dari laporan Tirto.id pada Senin (06/03/2023), Wakil Presiden Ma’ruf
Amin mengatakan bahwa masih adanya keterbatasan dalam laporan LHKPN yang
diterima pemerintah pusat.
“Kita terus meminta supaya laporan
kekayaan itu dilaporkan semuanya ya” Kata Ma,ruf merespon tingkat kepatuhan
LHKPN yang masih tergolong rendah. KPK pun sudah mengakui adanya tindakan manipulatif
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang nakal.
Dari beberapa kasus diatas,
nyatanya oknum pejabat yang nakal punya cara untuk memanipulasi LHKPN sehingga
harta yang dilaporkan tidak sesuai dengan harta yang dimiliki. Deputi Pencegahan
dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa ada pola-pola tertentu
yang digunakan oknum pejabat dalam memanipulasi LHKPN. Berikut cara-cara yang
diduga digunakan oleh oknum pejabat dalam mengakali LHKPN mereka.
Pertama, modus pinjam nama
Oknum akan meminjam nama keluarga ataupun sirkel terdekat seperti anak, sopir, ataupun ART. Hal ini bisa ditelisik lebih jauh dalam kasus Rafael Alun Trisambodo. Rubicon dan Harley Davidson yang ia miliki tak dimasukkan ke dalam laporan LHKPN, alasannya karena mobil yang dipakai Mario David ini merupakan mobil milik kakaknya.
Kedua, tetap melaporkan hartanya
dengan harga yang diturunkan dari standar pasar
Hal ini biasanya berupa aset-aset
properti ataupun kendaraan yang dimiliki oleh oknum tersebut. Hal ini seperti
yang dikatakan KPK atas kasus Eko Darmanto eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta yang
sering pamer koleksi mobil antik hingga pesawat.
Ketiga, menyamarkan harta kekayaan dengan mengatasnamakan kepemilikan harta pada perusahaan
Jadi, oknum pejabat hanya
cukup dengan melaporkan saham yang ia miliki saja pada LHKPN mereka. Padahal Perusahaan
terus mengalami perkembangan modal.
LHKPN kita masih menyimpan celah untuk oknum pejabat nakal
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersin dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme masih menyisakan keterbatasan dalam upaya penegakannya.
Tidak adanya sanksi pidana bagi
oknum pejabat yang tidak melaporkan LHKPN nya menjadi salah satu celah lebar dalam
Undang-undang kita. Hal ini tentu membuat para pejabat jadi lebih tenang dan manipulatif
dalam menyusun LHKPN mereka.
Jadi, jika ada salah satu oknum
pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya, atau melaporkan tapi tidak
sesuai dengan harta kekayaan yang ada, maka tidak ada sanksi pidana pada LHKPN
mereka.
0 Comments