Kuasa PDI-P dalam Pilpres 2024

Menimbang peluang Ganjar di Pilpres 2024. Ilustrasi: Kompas

Tajuk Rencana - Kita semakin mendekati tahun politik. Tercatat, 2024 kita akan menyelenggarakan pemilu besar-besaran yang juga melibatkan pilpres. Atas dasar itu, semua sudah bersiap. Partai-partai politik sudah menunjukkan tajinya pada masyarakat. Strategi-strategi pemenangan pun mulai digulir. 

Hingga saat ini, nama-nama besar seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mendominasi bursa pilpres 2024 itu. 

Namun yang menjadi menarik. Kesemua calon itu memang memiliki kuasanya masing-masing. Misalnya saja, Prabowo Subianto. Pemegang kendali pimpinan partai garuda itu punya kans tinggi untuk memenangkan pertarungan akbar itu. Ia memiliki modal kuat dan sejarah panjang dalam pergelaran pilpres. Tentunya, pengalaman itu menjadi daya tarik tersendiri bagi Prabowo. Pasalnya, berdasar Litbang Kompas, saat ini Prabowo selalu menjadi terdepan dalam bursa pemilihan. Ini kadang disusul Anies Baswedan. Terkadang pula Ganjar Pranowo. 

Sebetulnya, terdapat kuasa tersendiri bagi partai banteng untuk memenangkan pemilu 2024 itu. Hal ini karena PDI-P sudah mengantongi presidential threshold dalam perolehan kursi di DPR 2019 lalu. 

PDI-P menjadi partai paling berkuasa di parlemen, usai mendulang 22,26% dari total 575 kursi di DPR RI. Hal itu membuat PDI-P menjadi satu-satunya partai yang bisa mengusung capres/cawapres untuk pemilu 2024 tanpa harus berkoalisi.

Apa artinya? Tentu dalam arti lain, ia bisa tak memperdulikan partai lain untuk membentuk koalisi pemenangan. Berjuang sendiri pun bisa dilakukannya. Dalam arti lain pula, Ganjar Pranowo selaku capres yang diusung sudah bisa duduk dengan tenang. 

Namun ini tak berlaku bagi partai lain. Pasalnya presidential threshold merupakan syarat mutlak bagi partai untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Artinya, mereka mau tak mau harus berkoalisi membentuk kesatuan agar dapat mencalonkan paslonnya. 

Ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Nasdem dan Demokrat yang mencalonkan Anies Baswedan.

Namun, bagi partai lain, mereka harus berkoalisi untuk dapat maju dalam perebutan kursi itu. 

Sebagai catatan berikut ini daftar partai peserta pemilu tahun 2019 lalu tentunya dengan PDI-P sebagai pemegang kuasanya. Ini disusul Golkar, Gerindra, dan partai lainnya. 

  • Golkar: 14,78%
  • Gerindra: 13,57%
  • Nasdem: 10,26%
  • PKB: 10,09%.
  • Demokrat: 9,39% 
  • PKS: 8,7%
  • PAN: 7,65%
  • PPP: 3,3%

Dari data itu, kita bisa melihat bahwa masih banyak partai yang harus berjuang untuk mencapai ambang batas 20% itu. 

Merujuk pada sejarahnya, aturan ini pertama kali disahkan dalam pemilu 2004 dimana saat itu ambang batas diatur dalam Pasal 5 Ayat (4) UU No. 23 Tahun 2003. Berikutnya, jelang pemilu 2004, aturan presentase itu kembali diubah, merujuk UU No. 42 Tahun 2008. Hingga perubahan itu diubah kembali melalui pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017.

Perubahan itu pada intinya mensyaratkan paslon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. 

Rocky Gerung menilai seharusnya tidak ada presidential threshold dalam pencalonan presiden di pilpres.  

Ini karena, kans partai lain untuk mencalonkan paslonnya juga menjadi terbatas. 

Perlu adanya demokratisasi dalam hal ini. 

Pemilu seharusnya merupakan pesta bagi rakyat. Jangan sampai gara-gara aturan ini pilihan kita menjadi terbatas. 

Pada akhirnya, aturan ini menurut kami harus direvisi. Ini berlaku apabila kita benar-benar menginginkan pemilu yang bermartabat. 


Yogie Alwaton - Pemimpin Umum Kanal Perspektif

Post a Comment

0 Comments