Danantara : Program Historis untuk Rakyat, atau Ladang Korupsi bagi Elit ?


Gedung Danantara Jakarta. Foto : CNBC Indonesia

Apa Itu Danantara? 

Danantara merupakan singkatan dari Daya Anagata Nusantara. “Daya melambangkan kekuatan, Anagata melambangkan masa depan, dan Nusantara sebagai cerminan Tanah Air Indonesia”, ujar Presiden Prabowo dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/2/2025). 


Tujuan utama Danantara adalah pengelolaan investasi negara yang efektif dan efisien. Investasi ini meliputi berbagai sektor strategis, termasuk energi terbarukan, manufaktur canggih, dan industri hilir. Menurut Presiden Prabowo, Danantara akan menjadi kekuatan ekonomi, dana investasi pada energi, kekuatan masa depan Indonesia kekayaan negara, dikelola, dihemat untuk anak dan cucu bangsa Indonesia. 


Ide ini tidak hanya dilakukan di Indonesia saja. Contoh terdekat adalah Singapura, Singapura sudah lebih awal mendirikan sebuah badan usaha bernama Temasek Holdings yang berdiri pada tahun 1974, Temasek memiliki dan mengelola secara komersial investasi dan aset yang sebelumnya dimiliki oleh pemerintah. Namun perbedaanya dengan Danantara, Temasek tidak mengambil dari dividen BUMN atau efisiensi yang dilakukan pemerintah Indonesia belakangan ini. Temasek mengelola aset yang sebelumnya dimiliki oleh pemerintah Singapura dan dikelola independen tanpa ada pejabat publik di struktur perusahaan pengambil keputusan.


Dari Mana Datangnya Ide Danantara?

Danantara merupakan ide yang memiliki sejarah tersendiri untuk Presiden Prabowo Subianto. Ide ini dibangun pada tahun 1980-an oleh seorang Ekonom dan mantan Menteri Keuangan Indonesia, yaitu Sumitro Djojohadikusumo. Ayah dari Presiden Prabowo ini memiliki ide untuk membangun sebuah lembaga yang mengelola 1-5 persen laba BUMN. 


Sumitro berharap lembaga ini akan mengelola laba untuk investasi serta membeli saham perusahaan swasta yang likuid. Hasil investasi tersebut rencana akan dipakai untuk koperasi. Lembaga ini akan dikelola oleh profesional dan diawasi oleh menteri selain pengurus BUMN dna keuangan untuk mengawal transparansi. Namun terdapat perbedaan pada pelaksanaan ide historis ini pada kepemimpinan Presiden Prabowo, yaitu TRANSPARANSI


KPK dan BPK Wajib Minta Izin DPR untuk Bisa Mengaudit Danantara


Salah satu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan bahwa pembuatan Danantara memiliki resiko tidak adanya transparansi pada pengawasan keuangan BUMN. Badan Pemeriksa Keuangan akan menjadi lemah dalam proses evaluasi dan audit. 


Resiko ini mencuat karena adanya UU BUMN baru yang menyatakan bahwa terdapat ketentuan untuk BPK hanya dapat melakukan pemeriksaan jika ada permintaan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Ini menandakan bahwa BPK dan KPK tidak diberi kuasa penuh untuk menegakan hukum melalui audit ke BUMN dan Danantara. Bagaimana ini tidak patut untuk dicurigai jika tidak adanya konsep pengawasan dari pihak penegak hukum yang biasa memburu para koruptor yang memanfaatkan proyek besar negara sebagai ladang untuk mencari keuntungan? 


Menurut Alamsyah, tanpa Danantara saja sudah terjadi 119 kasus korupsi yang terkait dengan BUMN dengan total kerugian negara sebanyak Rp 40 triliun. Apalagi Danantara yang akan dilaksanakan dengan indikasi pelemahan fungsi pengawasan dari penegak hukum seperti KPK dan BPK? Tentu terdapat resiko meningkatnya kasus korupsi pada BUMN dan Danantara itu sendiri. 


Danantara memiliki target mengelola aset hingga 900 miliar dollar AS (sekitar Rp 14.000 triliun). Sebagai langkah awal, pemerintah menyiapkan dana investasi sebesar 20 miliar dollar AS, atau setara dengan Rp 325,8 triliun. Tentu Danantara akan menjadi kesempatan emas bagi kelompok koruptor untuk mencuri uang negara dan menyalahgunakan kekuasaan.


Kendati memang Danantara diharapkan untuk menguntungkan Indonesia di masa mendatang. Pengelolaan ini dapat menjadi game changer dalam perkenomian Indonesia. Danantara akan berhasil jika memilih strategi investasi yang tepat dan mampu menarik investasi asing. Dengan transparansi yang jelas serta evaluasi yang baik, Danantara seharusnya menjadi warisan untuk generasi mendatang. 



Burhanuddin Abdullah. Foto : Dream.co.id

Burhanuddin Abdullah, Mantan Koruptor Jadi Ketua Tim Pakar dan Inisiator Danantara Penyebab Trend Tarik Uang atau Rush Money di Bank BUMN


Namun saat ingin percaya dengan tujuan Danantara. Terdapat nama yang mencurigakan bagi publik, bahkan nama ini menjadi Ketua Tim Pakar dan Inisiator Danantara. Beliau adalah Burhanuddin Abdullah. Burhanuddin merupakan Gubernur Bank Indonesia periode 2003 sampai 2008. Burhanuddin Abdullah terjerat kasus korupsi karena menggunakan dana milik  Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) sebesar 100 miliar. Pemerintah seharusnya tidak menarik orang yang sudah pernah terjerat kasus korupsi yang merugikan negara. Ini tidak sejalan dengan visi Presiden Prabowo yang ingin memerangi koruptor. Visi tersebut sekarang terasa seperti omong kosong belaka untuk menarik dukungan saat pemilihan presiden.

Namun sebenarnya kita tidak perlu terkejut atas penunjukan ini, apalagi Burhanuddin Abdullah ditunjuk menjadi sebuah posisi yang krusial di program Danantara. Jika dilihat rekam jejaknya, Burhanuddin Abdullah bukan daftar nama baru dalam pemerintahan Presiden Prabowo, beliau adalah Komisaris Utama PLN dan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran.

Akibat keputusan pengakatan Burhanuddin Abdullah serta pelemahan pengawasan KPK dan BPK, terdapat gerakan ajakan untuk tarik uang di bank BUMN yang ramai di media sosial. Penarikan uang massal, atau rush money adalah tindakan menarik dana secara bersamaan dalam jumlah besar dari tabungan, bahkan hingga saldo habis. Fenomena ini, yang juga dikenal sebagai panic bank atau bank run, dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti masalah kesehatan bank, kondisi ekonomi yang buruk, atau hilangnya kepercayaan nasabah. Jika ini penarikan uang massal terjadi, terdapat banyak masalah yang akan melanda seperti krisis perbankan hingga menyebabkan krisis ekonomi.

Sebaiknya jika ingin Danantara berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, pengawasan dari pihak penegak hukum harus dipermudah untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik pada pengelolaan aset negara. Penyusunan pengurus serta anggota Danantara seharusnya diisi oleh tokoh yang memiliki rekam jejak yang bersih dan bebas dari kasus korupsi, bukannya malah orang yang sudah jelas pernah melakukan penyelewengan kekuasaan seperti korupsi maupun nepotisme. Selain itu, rakyat adalah pihak yang sangat berhak untuk mengkritik karena hal ini menyangkut kesejahteraan orang banyak dan mempengaruhi negara ini di masa depan. 


Post a Comment

0 Comments