Ketimpangan Sosial dalam Pesta Pernikahan Putra Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi

Tragedi acara makan gratis saat pernikahan putra KDM di garut, 3 orang meninggal dunia karena terinjak-injak (Foto/haijakarta.id)

Kasus tewasnya dua warga dan seorang polisi dalam acara syukuran pernikahan anak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di Garut, Jawa Barat, Jumat (18/7/2025) lalu menjadi potret besar dua persoalan utama masyarakat Indonesia. 

Ribuan warga rela berdesak-desakan dalam acara tersebut demi mendapatkan jatah 5.000 porsi makanan gratis. Namun, hanya ada satu gerbang menuju ke sana.  

Kegiatan ini merupakan rangkaian acara pernikahan Maula Akbar Mulyadi dan Wakil Bupati Garut Putri Karlina. Maula adalah putra sulung Dedi Mulyadi. Sementara Putri merupakan anak dari Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Maryoto.

Warga yang datang ke acara itu kemudian berdesak-desakan hingga mengakibatkan puluhan warga sampai terinjak, dan kemudian didapati ada tiga orang tewas dalam pesta itu.

Potret ini tentu adalah bentuk ketimpangan. Di saat pejabat publik gencar membicarakan efisiensi, namun di saat yang sama pula, mereka justru sibuk menggelar hajatan mewah dan cenderung jauh dari efisiensi. Ketimpangan ini merupakan bentuk ketidaksetaraan antara pejabat publik di mana mereka bisa menggelar pesta besar-besaran, sementara di sisi lain masyarakat berharap menerima bantuan berupa makanan. Ketimpangan ini seakan sengaja dipertontonkan. 

Rendahnya kesiapan dan pengawasan dalam pesta ini menandakan tak becusnya pesta tersebut. Panitia seharusnya mampu mempersiapkan acara besar yang melibatkan banyak warga itu. Kematian tiga warga Jawa Barat tersebut bukan kejadian yang bisa dianggap sepele. Mengadakan pesta pernikahan dengan embel-embel 'pesta rakyat' namun tak didukung dengan persiapan yang matang, dapat membuat serampangannya suatu perencanaan. Perlu ada mekanisme khusus bila ingin melibatkan warga dalam acara semacam itu. 

Tewasnya tiga orang dalam insiden pesta berujung duka ini menuntut Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat bersuara. Namun, menjadi aneh ketika Dedi justru mengaku tak tahu menahu tentang acara pesta syukuran anaknya di Lapangan Otto Iskandar Dinata itu. Dedi pula justru mengaku hanya memerintahkan stafnya untuk meminta maaf kepada keluarga korban.

Warga berdesakan berebut makanan pada acara pernikahan putra sulung Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi. Foto/Tempo.co


”Saya juga menyampaikan permohonan maaf atas nama Maula dan Putri atas penyelenggaraan kegiatan tersebut. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas peristiwa tersebut,” kata Dedi. Ia pun telah meminta staf untuk segera menemui seluruh keluarga korban dalam musibah ini. ”Dalam musibah ini, saya memberikan uang duka Rp 150 juta per keluarga,” tambahnya. 

Padahal, dalam seutas tweet yang diunggah oleh @imandnugroho, Dedi mengaku ia mengetahui ada acara pesta besar-besaran hingga mendatangkan warga yang banyak ke acara itu untuk makan bersama. 

Realitas ini tentu menyajikan fakta yang tak sesuai dengan apa yang disampaikannya ketika wawancara kepada wartawan. Selain itu, sebagai seorang Gubernur yang bijak, seharusnya Dedi menyampaikan maafnya secara langsung kepada keluarga korban, tidak dengan diwakilkan.  

Namun, terlepas dari hal itu, pihak berwenang harus menjaga independensinya, mengingat rentannya conflict of interest dalam kasus ini. Harus ada evaluasi dan penyelidikan mendalam mengenai bagaimana perizinannya, kesiapan panitia hingga bagaimana kejadian ini menyebabkan korban jiwa. Jangan sampai, keadilan justru dikesampingkan karena adanya pejabat publik dalam lingkaran kasus.



Yogie Alwaton - Pemimpin Umum Kanal Perspektif

Post a Comment

0 Comments