Film Samsara. (Instagram/ @film.samsara)
Menyebut Nama Garin Nugroho, tidak akan lepas dari portofolio karya art-house yang bertumpu pada sinema realisme puitis. Film produksinya tidak berpijak pada aliran yang kaku, tapi dengan begitu berani memadukan pendekatan estetik dan ideologis. Kajian yang begitu mendalam dan bertransformasi menjadi plot yang simbolik nan kontemplatif dalam sebuah karya audio visual. Kita sebut saja karya terdahulunya, Kucumbu Tubuh Indahku (2018), Opera Jawa (2006), Setan Jawa (2016), dan karya-karya eksperimental lainnya. Tak jarang Garin melampaui struktur alur yang kontroversi, yang berlandaskan kritik sosial terhadap isu-isu yang ada.
Ario Bayu memerankan seseorang bernama Darta yang hidup pada tahun 1920 hingga 1930-an. Foto/ Instagram @film.samsara
Setelah sukses merilis Setan Jawa di tahun 2016, film bisu hitam putih yang mengangkat kisah mitologi Jawa, Garin kini menjajakan lagi karya teranyarnya dalam film serupa. Film Samsara dirilis tahun 2024 dengan berlatarkan konteks sosial-budaya Bali yang masih erat dengan kultur dan spiritual yang dianut masyarakat setempat. Diperankan oleh Juliet Widyasari Burnett, seniman Indonesia-Australia yang merupakan penari sekaligus koreografer, dan juga Ario Bayu, aktor kondang yang menjadi ‘wajah’ dalam film Samsara ini.
Rasa penasaran saya dibangkitkan dengan keterlibatan pemeran blasteran dalam film yang menjunjung dan menarasikan adat Bali yang menjadi tema filmnya. Namun terjawablah sudah saat sinema berformat cine-concert ini saya nikmati di sesi screening-nya. Pengalaman cine-concert ini menghadirkan penggabungan visualisasi teatrikal dengan musik live gamelan Bali dari Gamelan Yuganada. Sebagai film bisu tanpa dialog, alur yang dibawa terkesan sangat dinamis dan mengalun bersama karakter tokoh-tokoh cerita. Tak terlupakan peran penari serta performer yang menghidupkan keseluruhan alur yang ada.
Walaupun visual dalam poster dan media branding yang dijual menitik beratkan terhadap aliran film romance, rupanya medium Samsara mengekspos isu yang lebih rumit dari sekedar cinta dan perbedaan. Unsur mistis mengenai spiritual dan ritual bali tergagas dengan lugas tanpa dialektika eksplisit.
Samsara adalah sebuah film bisu drama romantis Indonesia yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Foto/ Instagram @film.samsara
Film yang terkesan konvensional dengan konsep bisu dan hitam putih, justru membawakan konflik yang kompleks. Antara pergolakan asmara, dilematis mencekam tentang kesakralan ritual, gesture kompleks yang magis, dikemas dengan begitu indah dalam 85 menit yang berharga.
Ketertarikan pribadi saya berfokus pada segala koreografer dan tarian yang dipersembahkan sepanjang film. Memadukan tari Bali klasik yang penuh pakem, dan ballet contemporary yang mengalun seolah menjadi penetralisir agar film ini tetap relevan dibawakan di tengah-tengah era post modernism. Selain itu, seluruh pasang mata yang menyaksikan film ini pasti tidak akan berhenti memuji bagaimana kekuatan aktor dan aktris yang dapat menafsirkan seluruh adegan tanpa dialog namun tetap berhasil menyampaikan adegan dengan seamless dan konsisten hingga akhir.
Kita memang tidak perlu lagi mendebat kualitas dan segala detail mahakarya Garin Nugroho. Semoga rasa penasaran dan eksperimental yang dibungkus dengan konsisten dan ketelitian dalam menciptakan karya sinematografi ini, dapat diadaptasi sineas muda dengan identitas unik yang terus tumbuh.
Ditulis oleh: Septiana Yustika W - (Buruh akademis yang berpijak pada fragmen aktivis. Mendalami riset media baru sekaligus penari paruh waktu).
0 Comments