Fat Acceptance: Konsep, Sejarah, & Hambatan Orang Gemuk

Fat Acceptance: Konsep, Sejarah, & Hambatan Orang Gemuk
Mengenal konsep Fat Acceptance. Foto: Pixabay.com

Memiliki tubuh ideal memang menjadi impian untuk banyak orang. Apalagi, tubuh ideal memiliki banyak sekali keuntungan mulai dari meningkatnya percaya diri hingga cocok memakai busana apapun. kita jadi lebih sehat dan semangat untuk bergaul dan mengenal orang baru.

Namun, bagaimana saat seseorang punya tubuh dengan berat badan berlebih (Baca: gemuk). Kebanyakan mereka akan merasa tidak percaya diri dan minder untuk tampil didepan umum. Orang dengan berat badan berlebih cenderung menganggap bahwa ada yang salah dengan penampilan mereka. Saat bersosial, mereka takut jadi bahan perbincangan orang dan tidak bisa bebas untuk berekspresi.

Hal ini tentu membuat mereka lebih rentan dengan penyakit mental seperti stress dan depresi. Tak heran banyak sekali orang yang kemudian berusaha diet untuk mendapatkan tubuh ideal versi mereka.

Namun, tau gak sih jika ada orang yang menerima keadaan tubuh mereka apa adanya? Mereka tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain terhadap dirinya meskipun memiliki berat badan berlebih. Mereka hanya berusaha untuk mengikuti kata hati sehingga membuat mereka lebih bahagia dan punya pikiran yang lebih positif.

Dilansir dari verywellmind, berikut merupakan sejarah dan konsep Fat Acceptance.

Sejarah Fat Acceptance

Fat Acceptance pertama kali muncul sebagai hasil dari gerakan politik pada tahun 1960-an. Fat Acceptance dikenal melalui demonstrasi yang dilakukan oleh kurang lebih 500 orang di Central Park New York. Para demonstran tersebut memegang spanduk bertuliskan “Think Fat”, “Fat Power”, dan “Buddha Was Fat”. Selain itu, demonstran juga membakar buku-buku diet dan foto Twiggy (Supermodel yang memiliki tubuh kurus pada saat itu).

Kordinator lapangan demonstrasi tersebut adalah Steve Post, salah satu tokoh radio lokal. Saat itu post memiliki berat badan 250 pon dan tinggi 5 kaki 11 inci. Ia mengaku bahwa ia sering dipermalukan dan diremehkan karena berat badannya. Namun tak minder, Steve Post justru mengatakan bahwa orang gemuk seharusnya merasa senang dan bangga dengan tubuhnya.

Tahun berikutnya, gerakan Fat Acceptance semakin masif setelah Llewelyn Louderback menulis artikel yang mendesak orang untuk menantang gerakan diet. Pada tahun 1996, Louderback dan Bill Fabrey mendirikan National Association to Advance Fat Acceptance (NAAFA) karena adanya diskriminasi yang dihadapi oleh istri mereka.

Lalu pada tahun 1970, Louderback juga menulis sebuah buku yang berjudul “Fat Power: Whatever You Weigh is Right”. NAAFA juga terus menyuarakan pesan ini melalui Koran, majalah, sekolah, dan tempat kerja.

Konsep Fat Acceptance

Secara umum, Fat Acceptance merupakan sebuah pengakuan kelayakan diri dari segala bentuk dan ukuran tubuh. Konsep ini muncul untuk meningkatkan kualitas hidup terutama untuk orang yang memiliki berat badan berlebih dan melawan diskriminasi terhadap mereka.

Konsep Fat Acceptance berbeda dengan Body Positivity. Fat Acceptance dimulai dari sebuah gerakan politik yang berkembang dalam melawan diskriminasi orang berbadan gemuk. Fat Acceptance memberikan perhatian secara khusus terhadap kegemukan. Sedangkan, Body Positivity merupakan sebuah gerakan yang mendorong seseorang untuk menghargai tubuh mereka dalam keadaan apapun mulai dari berat badan, tinggi badan, warna kulit, bahkan bekas luka/stretch pada tubuh. Hal ini membuat gerakan Body Positivity tidak secara eksplisit melawan bias anti gemuk di masyarakat.

Melalui Fat Acceptance, NAAFA berusaha untuk membangun sebuah budaya dimana orang gemuk bebas berekspresi, dirayakan, dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Hal ini sama dengan orang kulit hitam, LGBT, disabilitas dan lain sebagainya yang berhak untuk mendapatkan hak-hak sipilnya.

Hambatan yang Dihadapi Orang Gemuk

Orang gemuk cenderung rentan dengan hambatan berupa diskriminasi verbal dan tidak mendapatkan hak-hak nya sebagai sesama manusia. Berbagai penelitian mengenai fatphobia telah dilakukan dan menunjukkan hasil yang sangat menyedihkan.

1. Menerima Hukuman Lebih Berat

Dalam International Journal of Obesity London dengan penelitian berjudul “The Influence of a Defendant’s Body Weight on Perceptions of Guilt” menemukan fakta bahwa wanita gemuk cenderung menerima hukuman pidana lebih berat dari pada wanita kurus.

2. Mendapatkan Gaji Lebih Rendah

Masih dalam jurnal yang sama International Journal of Obesity London, penelitian dengan judul “Obesity Discrimination: The Role of Physycal Appearance, Personal Ideology, and Anti-Fat Prejudice” menemukan fakta bahwa wanita dengan tubuh gemuk cenderung mendapatkan gaji lebih rendah.

3. Sulit Lolos dalam Seleksi Perguruan Tinggi

Dalam penelitian dengan judul “Weight Bias Against Women in a University Acceptance Scenario” yang dipublikasikan The Journal ofGeneral Psychology menunjukkan fakta bahwa wanita dengan berat badan berlebih cenderung memiliki kemungkinan kecil untuk diterima di perguruan tinggi.

Post a Comment

0 Comments