Menggugat Janji Netralitas Jokowi

Sumber foto: Majalah Tempo

Friedrich Nietzsche pernah berkata bahwa seseorang akan berusaha mempertahankan kekuasaannya meskipun ia tak lagi berada di kursi penguasa. Mendengar logika itu, nampaknya mudah bagi kita membaca apa yang tengah terjadi pada tatanan politik negeri ini. Misal saja soal wacana janji netralitas Joko Widodo. 

Beberapa waktu lalu, sebenarnya kami pernah menulis tajuk rencana dengan judul, "Dibalik Cawe-Cawe Jokowi". Pada editorial itu, kami menegaskan bahwa urusan cawe-cawe tersebut sangat berbahaya. Pasalnya, sikap cawe-cawe akan membuat Jokowi tidak terkesan netral dalam urusan pilpres 2024. Namun ternyata, ketakutan kami itu terbukti. Ada berbagai rentetan peristiwa misalnya yang pada akhirnya membuat publik sulit percaya Jokowi akan betul-betul netral di pemilu tahun depan. 

Diantaranya ialah soal dinasti politik. Isu ini bisa kita simak dimulai dari terpilihnya Gibran Rakabuming menjadi cawapres pendamping Prabowo. Keterpilihan ini seolah-olah semakin meneguhkan persepsi publik mengenai netralitas Jokowi yang sebetulnya tak begitu netral. Pasalnya, Jokowi pernah berkata bahwa anak-anaknya tidak ingin masuk dalam dunia politik. Namun yang terjadi justru berkebalikan. Hal ini seakan ditambah parah dengan kehadiran Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman yang secara politis menyetujui ambang batas pencalonan cawapres dengan mengecualikan Gibran meskipun usianya belum genap 40 tahun. Melalui aturan kontroversial ini Gibran lalu bak mendapat karpet merah dari pamannya itu. Banyak pihak lantas menyebut isu itu ada hubungannya dengan kekuasaan Jokowi. 

Daripada itu, netralitas Jokowi juga sebetulnya bisa diuji dari pengangkatan Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Soal ini, memang kita bisa menilai bahwa pengangkatan Kaesang sarat sekali akan kepentingan politik dinasti. 

Dengan demikian, netralitas Jokowi sebetulnya sedang diuji. Terlebih, apabila ia memutuskan untuk mendukung Prabowo di Koalisi Indonesia Maju (KIM). Reaksi publik tentu semakin tegas, bahwa netralitas Jokowi hanya bualan belaka. 

Jokowi: Saya netral soal pilpres 2024

Padahal, jika kita amati, Presiden Joko Widodo sebenarnya berulang kali menegaskan bahwa ia akan bersikap netral pada Pemilihan Presiden 2024. Tak sebatas itu, instruksi netral selama pemilu disampaikannya untuk para pemimpin daerah, aparatur sipil negara, hingga personel TNI-Polri. Sikap netral itu kembali disampaikannya untuk menjawab suara publik yang ingin Jokowi netral, seperti disuarakan bakal capres saat Jokowi makan siang bersama ketiga bakal capres, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto di Istana Negara, Senin, 30 Oktober lalu. 

Jokowi dan janji netralitas yang semu

Sampai sini, kita bisa menyimpulkan bahwa sebetulnya ada ketidaksesuaian antara apa yang diucapkan Jokowi dengan yang telah dilakukannya. Seharusnya, janji-janji netralitas itu ditegakkan dengan benar oleh Jokowi. 


----

Lantas, apabila Jokowi sudah menelan ludahnya sendiri, bagaimana ia harus menyikapi janji-janji netralitasnya ini? Bagaimana pula publik menggugat janji netralitas Jokowi?

Post a Comment

0 Comments